GERHANA
(Dirinya yang
selalu Ku nanti)
Kalau
begini, aku percaya saja kata-kata temanku yang kecanduan komik, kalau di dunia
ini nggak ada yang kebetulan, tapi sudah ditakdirkan. Kalau begitu.... apakah
Matahari itu ditakdirkan untukku?Aku ini gadis jelek, pemurung kuper dan selalu
tidak dihiraukan orang. Kata orang-orang aku pendiam, sombong, dingin dan
kelam. Seperti malam yang dingin pada saat bulan ada. Berbeda dengan
dia.Matahari itu betul-betul hebat. Cowok ganteng, serba bisa, jago dalam
pelajaran dan olahraga. Bahkan dia sangat ramah, murah senyum, supel dan
disukai banyak orang. Pertama kali dia pindah, dia sudah hapal semua teman
sekelasku, dan kurang dari seminggu, namanya sudah dikenal di seluruh sekolah.
Benar-benar hebat. Dan aku juga… bukankah bulan yang memantulkan sinar matahari
tampak indah?Tapi kami berbeda. Sangat berbeda. Kami tidak akan bisa bertemu,
seperti bulan dan matahari juga, yang takkan bisa bersama. Sebenarnya kenyataan
ini cukup membuatku syok. Karena bagaimanapun juga, ada rasa yang terpendam
dalam tubuh, jiwa dan rohku ini. Meskipun akal sehatku menentang, tapi begitu
melihat dia, bahkan badanku langsung bereaksi tanpa bisa kucegah. Aku langsung
mendekat. Untung beberapa detik sesudah itu aku langsung sembuh.“Maaf ya!”
Katanya waktu itu, pagi saat dia datang ke sekolahku. Saat aku menuju kelas
dengan membawa buku paket yang akan kami gunakan. Tak kusangka, cowok asing
yang keren itu tersenyum ramah dan bahkan membantuku yang terjatuh karena buku
yang terlalu berat dan dia menyangka itu ulahnya yang terburu-buru mencari
kelas barunya. Aku hanya diam dan mengumpulkan buku paket cepat-cepat. Dia juga
membantuku.“Namaku Matahari. Sering disingkat Hari. Ngomong-ngomong, kelas 3
IPA 4 di mana ya? Aku kayaknya kesasar sampai disini.”“Aku juga kelas 3 IPA 4.
kelasnya ada di ujung sana. Pergilah, pasti kamu ditunggu.” Jawabku cepat. Aku
nggak mau sama-sama orang cerewet sok ramah itu.“Kita sekelas? Jangan bilang
kayak gitu. Kubantu ya!” tanpa menunggu jawabanku, dia membawa semua buku paket
dan pergi begitu saja. Sesaat, aku merasa jengkel. Tapi senyumnya saat itu langsung
membuatku terpesona. Mungkin sejak saat itulah... aku menyukainya.Mungkin sejak
saat itu juga, aku selalu tanpa sadar memperhatikannya. Dan aku sangat senang,
begitu dia menyapaku setiap ada kesempatan. Tapi kebodohanku, aku selalu
menjawab dingin.“Kebetulan, kita ketemu di sini ya?” Katanya menyapaku waktu
itu. Beberapa minggu sesudah pertemuan pertama kami. Aku yang sedang memilih
buku langsung tertarik mendengar suaranya.“Oh, kamu.... mau nyari buku juga?”
Tanyaku.“Iya. Aku lagi milih komik. Ternyata aku ketemu kamu ke sini lagi milih
teenlit. Konsen banget ya? Apa karena pilihanmu banyak? Nggak kusangka.”“Apanya
yang nggak kamu sangka? Tapi aneh juga ya, anak sepintar kamu hobi baca komik.
Kupikir anak sepintar dan sebesar kamu nggak bakal suka baca komik.” Kataku
masih sibuk memilih.“Iya sih, kita kan sudah SMA tapi itu menurutku nggak
masalah kok. Kamu suka buku seperti apa?”“Hm... buku apa saja.”“Tuh kan? Sudah
kuduga. Bulan orangnya simpel, tapi ternyata pemilih juga ya? Gimana kalau ini
saja?”“Kalau ngambil kayak gitu, kesannya kamu ngambil sembarangan.” Komenku.
Tapi kuterima juga.“Kamu sibuk nggak? Ada acara habis ini?” Tanya
Matahari.“Nggak. Terus, kenapa?” “Jalan yuk! Kita makan siang, terus
main.”“Nggak usah. Aku mending pulang.” Jawabku ketus. Aaah!!! Bodoh! Padahal
aku mau banget!!! Sudah kebiasaan sih...“Sekali aja. Kamu nggak ada acara
apa-apa kan? Kutraktir deh!” katanya lagi. Kesempatan!!!Aku senang. Kami
akhirnya bisa jalan berdua. Meski dunia kami berbeda, aku bisa bersamanya bersenang-senang
seperti sekarang. Meski hanya sebentar, aku bahagia banget.“Makasih ya, sudah
nemanin aku sepanjang hari ini.” Katanya.“Nggak masalah!”“Bye.” “Jadi...
sekarang kamu sendirian?” Tanya Matahari padaku saat istirahat siang. seneng
banget waktu tahu dia yang datang. kadang kami jalan bareng kalau ke perpus,
atau mengantar tugas ke ruang guru bareng. tapi nggak pernah kalau makan siang.
dia dikerumuni banyak orang sih. dasar orang tenar.“Ya... jarang-jarang aku
punya teman. Ngapain kamu ke sini?” Tanyaku dingin. dan itu melengkapi
kebodohanku.“Memangnya kenapa? Kan kamu temanku yang pertama.”
Jawabnya.“Sudahlah! Ngapain kamu ngobrol sama dia? Dia itu nggak bakal ramah
sama siapa aja. Ngebosenin!” Tiba-tiba saja banyak cewek yang datang sama-sama
dengan dia. Kenapa sih, mereka ngomongin itu terus? Memangnya kenapa kalau aku
nggak menarik? Dasar bodoh!“Betul. Nggak ada apa-apanya kamu temenan sama cewek
nggak menarik kayak dia. Orang yang nggak punya emosi, payah lagi!
Jangan-jangan... ada tujuan lain ya?” Kata para cowok kompak. Aku nggak tahan
lagi!!!Aku langsung pergi. Percuma saja. Dasar orang-orang jahat! Pasti
Matahari juga berpikir sama dengan mereka. Aku ini....“Tunggu dulu! Bulan,
tunggu!!!” Terdengar suara Matahari. Rupanya dia mengejarku. Kenapa sih? Dia
berhasil meraih tanganku.“Apa-apaan sih?” ku tangkis tangannya. “Jangan marah.
Maafkan mereka, mereka keterlaluan memang. Kau mau kan?”“Aku nggak marah.
Mereka juga nggak keterlaluan. Semua ucapan mereka betul kok! Aku ini nggak
ramah, ngebosenin, sombong payah, nggak menarik, semuanya!! Kamu juga pasti
berpikiran sama kayak mereka kan? Kamu pasti enak, dikelilingi sama mereka.
Kamu pasti juga menganggap aku ini cewek nggak menarik kan?” kataku berusaha
bicara biasa-biasa saja, tapi rasanya sakit. sakit banget.“Aku nggak pernah
bilang gitu, dan kami itu nggak seperti yang kamu pikir!!”“Bohong!”“Nggak
bohong!!! Aku nggak pernah menganggap kamu cewek nggak menarik, karena aku suka
kamu dari dulu!!”Sesaat, aku tertegun mendengarnya. Matahari punya perasaan
yang sama denganku?? Aku senang sekali!!! Tapi.... tapi....“Kita ini berbeda!!!
Jauh berbeda. Kita ini sama seperti nama kita. Aku ini seperti rembulan, yang
nggak ada apa-apa tanpa matahari. Tidak seperti kamu, yang selalu cerah ceria
seperti matahari. Apa jadinya kalau kita jadian? Nggak bakal cocok kan? Apa
kamu mau mempermainkanku?”“Siapa yang mau mempermainkanmu? Aku selalu
memperhatikanmu sejak pertama kali bertemu. Aku... aku... sangat menyukaimu.
Waktu kita bertemu di toko buku, aku sangat senang bisa mengajakmu jalan.
Karena itu... karena itu...”Tiba-tiba dia jadi gugup. Lucu sekali. Tapi nggak
mungkin kan, aku bersamanya? Apa kata teman-temannya nanti? Bisa-bisa Matahari
terkena imbasnya juga.“Sudah kubilang kan? Dunia kita jauh berbeda. Matahari
nggak bakal muncul barengan dengan Rembulan. Aku nggak bisa bersamaku.
Maaf...”“Dari tadi alasanmu Cuma matahari dan bulan saja! Siapa bilang Matahari
dan Bulan nggak bisa menyatu? Apa kamu nggak pernah melihat gerhana? Gerhana
muncul dari perpaduan Matahari dan Bulan. Semua orang menantikannya, entah itu
gerhana bulan ataupun gerhana matahari.”Dia bahkan memakai istilah itu untuk
menyakinkanku!!“Lagipula, kita ini manusia. Nggak ada hubungannya nasib kita
dengan alam, atau pertanda, atau apapun. Bahkan nama sekalipun. ya ampun...
kenapa kamu sampai bikin aku ngomong sekonyol ini? yang namanya perasaan itu
kan nggak pernah ada hubungannya dengan hal-hal konyol kayak gitu. Kamu... kamu
mau jadi pacarku?”Rasanya seperti mendengar petir di siang bolong.“Kamu....
nggak bakal takut bersamaku? Yakin?”“Tentu saja!!! Kau pernah melihatku nggak
yakin?” Katanya tegas. begitulah Hari. ramah, konyol, lucu, dan serius.
“Aku...”Tentu saja yang membaca kisah konyol ini tahu apa yang terjadi. Mungkin
ini kisah yang singkat, tapi nyata bagiku. Perlahan, aku menerima Matahari, dan
seperti namaku (meski Matahari nggak suka ngomongin itu), akhirnya aku bersinar
indah berkatnya.Apakah ini benar kebetulan atau takdir? Aahh... biarlah. Yang
penting, malam ini pun aku masih bisa melihat Rembulan yang indah malam ini dan
seterusnya.
12
September, pkl 22.40……,^^

Tidak ada komentar:
Posting Komentar